[Love Jealousy] - Ensemble Star
Jul. 7th, 2015 09:26 am![[personal profile]](https://www.dreamwidth.org/img/silk/identity/user.png)
This will probably contain OOC-ness and other mistakes, I'm so sorry!
And it'll be another Indonesian fanfic, because somehow I don't really want to deal with English grammar ugh...
Please enjoy!
“Sagami-sensei, apa anda sedang tidur?” Suara pintu UKS terbuka, menampilkan sosok satu-satunya perempuan di Yumenosaki Private Academy. Kanako masuk dengan santai ke dalam ruangan tersebut, mencari sosok guru pengurus disana. Setiap ada waktu luang, dirinya sering berdiam disana, entah untuk memenuhi tugasnya sebagai pengurus UKS ataupun untuk sekedar beristirahat jika sedang lelah dengan populasi pria di sekolah ini. Statusnya sebagai murid perempuan (dan satu-satunya) di akademi memang sering membuat iri perempuan-perempuan lain. Namun jujur saja, sebenarnya hal ini cukup melelahkan... “Loh? Sagami-sensei? Tumben anda tidak tidur...?”
“Kamu itu... biasanya mengomel ketika aku tidur... giliran aku bangun malah bertanya seolah itu keajaiban...” Jin Sagami menggelengkan kepala mendengar pertanyaan sarkatik Kanako. Kanako sendiri hanya tertawa kecil, kemudian duduk di bangku kesayangannya. “Barusan Morisawa-kun datang.”
“....Chiaki-senpai ngapain lagi, sensei...?” Jin hanya menggidikkan bahunya. Kanako menghela nafas. Bukan pertama kalinya leader unit RYUSEITAI itu mampir ke tempat ini. Selain senior tersebut, anggota RYUSEITAI lain juga tak jarang keluar-masuk UKS. Kanako Miyazaki pusing sendiri setiap kali mengurusi unit tersebut. Belum lagi murid-murid lainnya... Apa karena sekolah ini sekolah cowok jadi berlalu-lalang ke UKS itu wajar?
...Oke, dia sudah mulai ngelantur...
“Ya sudahlah... Sensei, silahkan istirahat, biar aku yang menjaga UKS sampai jam pelajaran berikutnya dimulai.” Sebagai anggota komite kesehatan sekolah, gadis berambut merah muda tersebut memang acap kali menggantikan guru kesehatannya itu. Sebenarnya sih, siapapun yang bertugas Sagami-sensei seharusnya tetap berada di tempat. Tapi ini merupakan kesepakatan bersama antara sang siswi dan gurunya. Kunugi-sensei sudah menyerah mengurus mereka, dan membiarkan Kanako berbuat demikian. Setidaknya sampai dirinya sudah bukan lagi satu-satunya siswi disini...
Kanako kembali duduk setelah Sagami-sensei keluar ruangan. Biasanya sih tidak banyak murid yang datang jam segini, jadi perempuan tersebut bisa cukup bersantai. Dikeluarkannya bento yang sedari tadi ia pegang dan mulai menyantap makan siangnya. Tak lama kemudian, suapannya terhenti karena suara pintu yang bergeser.
“Loh sensei kok sudah kemba− Takamine-kun, ada apa?”
“Ah, Miyazaki-senpai, selamat siang...” Pengunjung terbaru, Midori Takamine, mengangguk memberi salam pada Kanako. “Boleh aku tidur sebentar...? Badanku sakit lagi...”
Kanako mengangguk memberikan izin. Dia paham permasalahan adik kelasnya tersebut. Midori sering sekali mengeluhkan tulang-belulangnya terasa sakit, membuat tubuhnya seakan kaku dan tak nyaman. Namanya sedang tumbuh, pastilah hal ini terjadi, apalagi Midori yang nampaknya memang tengah berada dalam masa-masa puncaknya. “Sagami-sensei sedang tidak ada sih, tapi biar kuambilkan obat yang biasanya...”
Midori berterima kasih pada kakak kelasnya tersebut dan berjalan ke arah kasur UKS. Sementara itu Kanako dengan cekatan mencari obat untuk meredakan rasa sakit sang laki-laki berambut coklat, yang biasanya ditaruh di lemari obat. Siswi tersebut tampak lega ketika menemukan obat yang dimaksud, kemudian langsung menyiapkan segelas air dan menghampiri tempat istirahat. “Takamine-kun, ini obatnya... Ah, cepat sekali dia tertidur...”
Entah karena lelah atau apa, Midori sudah jatuh terlelap dengan pulas. Seniornya tersenyum melihat pemandangan itu. Kouhai satu itu nampak tenang sekali saat tidur, membuat Kanako tidak tega untuk membangunkannya. Ah sudahlah, biarkan saja dia tidur dulu, begitu pikir Kanako. Dia menarik bangku kecil dan duduk di samping tempat tidur Midori. Dinikmatinya momen menenangkan tersebut.
Tanpa sadar, Kanako ikut tertidur.
=====
“Ukh...” Midori Takamine perlahan membuka matanya. Dirinya baru saja bangun dari tidur, dan ia menunggu sampai seluruh jiwanya kembali pada tubuhnya. “Sudah berapa lama aku tertidur...?”
Midori melihat kanan kirinya, yang kemudian dikagetkan dengan sosok mungil di samping kirinya. Sosok mungil tersebut adalah senpai-nya yang tengah tertidur pulas dengan kepala bertumpu pada kedua lengannya yang ditaruhnya di tempat tidur. Sejak kapan dia ada disana? Midori kebingungan. Namun sama halnya dengan sang kakak kelas, siswa tersebut juga tidak tega membangunkan sang gadis. Biarkan saja untuk sebentar, pikirnya.
Beberapa menit ia habiskan untuk memandangi perempuan berambut merah muda itu.
Ah, wajah yang manis sekali...
Malu untuk mengakuinya, namun sebenarnya Midori memiliki perasaan terhadap senpainya. Ia teringat ketika senpainya itu tahu dirinya suka mengumpulkan boneka maskot dan sejenisnya, gadis itu tidak menertawakannya. Malahan, sang kakak kelas mendukung hobinya dan sering membawa berbagai maskot untuk diperlihatkan pada Midori. Kanako juga suka menjahit maskot sendiri, memberikannya pada sang RYUSEI Green jika sudah jadi. Senyum tipis menghiasi wajah Midori berkat kenangannya dengan wanita itu.
Kanako Miyazaki adalah sosok yang dengan cepat menjadi sosok penting dalam dirinya. Ekspresinya, sikapnya, kebiasaannya, semua menjadi hal yang menarik bagi Midori. Dirinya bukan tipe yang menyukai sekolah, namun semenjak Kanako ikut meramaikan harinya (yang sudah cukup ‘ramai’ karena para murid idol course yang memang pada dasarnya ‘unik’), sekolah bukan lagi menjadi tempat yang membosankan. Malahan, ia mulai menikmati hari-harinya di Yumenosaki Private Academy dengan hatinya.
Dan dia tahu semua itu berkat seorang siswi pindahan bernama Kanako.
Mengikuti hatinya, Midori mengulurkan tangan dan mengusap lembut kepala Kanako. Rambut halus merah jambu tersebut menggelitik telapak tangannya. Sorot matanya semakin ramah, menatap penuh kehangatan pada obyek afeksinya.
Entah mengapa tiba-tiba saja dia teringat hal yang mengusik hatinya. Di sekolah ini, bukan hanya ia saja yang menaruh hati pada sang produser. Banyak mereka dari idol course yang tertarik pada perempuan itu, mulai dari yang diam-diam seperti dirinya dan beberapa orang lain hingga yang sangat terlihat seperti Subaru Akehoshi dan Yuuki Makoto, termasuk juga leader unit-nya sendiri, Chiaki. Ia tahu alasannya bukan sekedar karena sang kakak kelas merupakan satu-satunya makhluk perempuan di sekolah penuh laki-laki ini, namun karena memang sosoknya yang menarik perhatian.
Midori menggigit bibirnya. Rasa cemburu menggerogoti dirinya setiap melihat pujaan hatinya mengobrol akrab dengan pria lain. Terutama pada yang seperti Chiaki, Tori, dan lainnya, yang dipanggil oleh Kanako dengan nama kecil mereka, tidak seperti dirinya yang masih dipanggil dengan nama keluarga. Kekanakan, sungguh kekanakan... Namun perasaannya tidak bisa dibohongi lagi... Ia mencintai wanita itu...
Begitu menyukainya sampai ingin rasanya memonopoli sang senpai untuk dirinya sendiri...
“...Senpai, aku...”
Perlahan, badannya mendekati gadis disampingnya. Bibirnya mengecup pelan kening Kanako, dan kemudian berpindah pada kepala produsernya. Ia tidak ingin momen ini berakhir. Jika perlu, Midori berharap waktu berhenti saat itu juga...
Namun tentu saja, keinginannya itu tidak akan terkabul.
Bunyi khas pintu geser membuyarkan suasana sunyi yang tadi memenuhi ruangan. Sontak Midori terkaget dan dengan cepat kilat menarik dirinya untuk kembali berbaring, berpura-pura masih belum kembali dari alam mimpi. Langkah sang pendatang baru terdengar mendekati biliknya. Tirai ditarik, tak lain dan tak bukan oleh penanggung jawab UKS sendiri, Sagami-sensei.
“Oh ada kamu toh Takamine-kun...” Sagami bergumam pelan, tidak terkejut dengan sosok yang ia pikir sedang tertidur tersebut. Justru, Sagami malah heran dengan Kanako yang tertidur di samping sang adik kelas. “Miyazaki-kun, kenapa kamu malah ikut tertidur...? Hei, bangun...”
“Ung...? Ah, sensei...? Uwah! Maaf aku ketiduran!” Semburat merah memenuhi bagian pipi Kanako. Ia tidak menyangka akan jatuh tertidur seperti ini, di samping Midori pula! Dirinya lega kouhai itu masih tertidur. “Untung saja dia masih tidur... Kalau tidak... Dia pasti melihat wajah tidurku yang memalukan...”
Tak tahan dengan pemikirannya sendiri, Kanako bangkit dari kursi, menutup kembali tirai, dan meninggalkan Midori sendirian. Yang bersangkutan membuka matanya. Sayup-sayup ia mendengar obrolan Kanako dan Sagami yang terdengar menjauh, suara pintu terbuka dan tertutup, kemudian hening kembali.
Midori segera bangun dengan posisi duduk. Ia menatap tangannya yang tadi mengusap kepala Kanako. Dalam sekejap wajahnya berubah merah padam seperti kepiting rebus. Apa sih yang tadi ia lakukan?! Bagaimana kalau tiba-tiba senpai-nya itu terbangun? Bagaimana kalau perbuatannya tadi dilihat oleh orang lain?! Seorang Midori Takamine benar-benar tidak habis pikir atas kelakuannya barusan.
Benar kata orang, cinta memang bisa membuat kita jadi aneh...
Dan Midori sudah mengalaminya sendiri...
Malam itu, dirinya sama sekali tidak bisa tidur.