[Meany Affection] - Ensemble Stars
Jul. 11th, 2015 10:29 am![[personal profile]](https://www.dreamwidth.org/img/silk/identity/user.png)
Writing this was.. how to say... embarrassing? Well not really lol I just feel like wanting to give this violent-tempered cat a punch on the face somehow www I don't even care how OOC he is anymore...
Please enjoy~
(p.s I started to questioning my sense of title naming and story idea whoops...)
“....Baiklah...” Sana menghela nafas panjang menuruti suruhan kakak kelasnya. Ia bertanya pada anggota Knights yang lain apakah mereka juga ingin dibelikan sesuatu. Tsukasa dan Arashi awalnya tidak ingin merepotkan, namun setelah diyakinkan oleh Sana, akhirnya mereka menitip dua botol star sweat untuk masing-masing. Ritsu setengah sadar berkata ingin minuman yang sama. Setelah semua menyebutkan pesanannya, Sana segera berlari pergi.
Setelah yakin Sana sudah jauh dari tempat mereka, Arashi mendekati Sena dan membuka mulutnya. “Izumi-chan... Kamu itu ya... Sudah jadian kok masih saja jahat pada Sana-chan, makin menjadi-jadi malah...” Arashi menghela nafas, sementara yang dipanggilnya sendiri tersedak air yang ia minum karena perkataan Arashi yang terang-terangan.
“UHUK! Omong kosong darimana itu?! Naru-kun jangan nyebar gosip deh!” Bagaimana dia bisa tahu soal itu?! Mereka berdua merahasiakan hal tersebut, terutama karena Sana takut hal ini bisa menjadi skandal dan semakin menjatuhkan nama Knights (walau Sena sendiri sebenarnya kesal, dirinya tak bisa memungkiri ucapan Sana itu benar). Sena yakin dia tidak pernah mengatakan apa-apa pada Arashi, dan (jangan bilang pada orangnya) dia tahu tidak juga Sana.
“Ufufu Izumi-chan ini~ Jangan meremehkan aku deh~” Murid kelas 2-B tersebut terkekeh dan menepuk pundak Sena. “Tsukasa-chan dan Ritsu-chan juga tahu kok~ Ah, tapi kami tidak menyebarkannya pada yang lain kok! Cukup jadi rahasia Knights~”
Sena memandang malas pria kemayu di depannya. Walau di satu sisi dia lega, sisi lainnya mengutuk kenyataan bahwa rahasianya sudah tersebar (walaupun hanya diantara para Knights). Kesal karena dia yakin akan jadi target rumpian Arashi untuk sementara ini, tentu saja... “...Terserah kamu saja lah. Lagipula aku cuma memperlakukannya seperti biasa kok, tidak ada yang salah.”
“Tapi senpai, benar kok kata Narukami-senpai... Sena-senpai belakangan ini sering sekali menyuruh-nyuruh nee-sama...” Tsukasa ikut berkomentar. Dia juga menyadari kalau Sena semakin menjadi-jadi, seolah berusaha membuat Sana menjauh dari pria itu. “Sena-senpai juga sering tidak mau menatap wajah Sana nee-sama, kenapa kah...?” Masa iya mereka baru jadian sudah bertengkar? Tsukasa kemudian berpikir kembali apa yang menjadi masalah.
“Mungkin dia malu... Namanya juga baru jadian...” Ucap Ritsu yang akhirnya ikut bergabung dalam diskusi (baca: sesi gosip) mereka. Semua terdiam, dan tiga kepala kini berpaling menatap Sena, yang berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya meski tahu pasti gagal. Tsukasa dan Arashi terkesiap melihat seorang Izumi Sena yang memerah karena malu, sementara Ritsu hanya menatap datar seperti biasa. “Ah, tebakanku benar ya...”
“Kyaaa Izumi-kun ternyata pemalu~ Aduh manis sekali~”
“Tidak kusangka Sena-senpai seperti itu. Shocking!”
“Diam kalian, Kasa-kun, Naru-kun!” Ucapan keduanya sama sekali tidak membuat Sena senang. Yang ada dia malah malu berat karena tidak menyangka hal yang ingin ia sembunyikan ternyata tertebak oleh Ritsu, yang ia anggap paling tidak sensitif di unit-nya. “Kuma-kun juga jangan asal tebak deh! Itu semua salah besar!”
Bukannya membuat manusia berambut kuning dan temannya yang berambut merah, bentakan Sena justru malah membuat keduanya semakin semangat berbicara. Ritsu yang biasanya tidur kapan saja dimana saja pun ikut tertarik dan bergabung dengan mereka. Jadilah Sena semakin emosi karenanya.
“Aduh kalian berisik sekali sih, ada apa...?” Suara manis itu membuyarkan diskusi seru antar lelaki yang tengah berlangsung. Ternyata karena terlalu bersemangat, mereka tidak mendengar suara pintu yang terbuka. Sena nyaris saja panik, takut Sana mendengarkan pembicaraan mereka. Namun untung baginya, tidak sedikit pun Sana mendengarnya. “Ditinggal sebentar saja tiba-tiba sudah ribut, tumben... Ada apa sih?”
Sena baru saja akan menjawab itu bukan urusan Sana, namun Arashi sudah mendahuluinya. “Sana-chan Sana-chan! Tau ga, Izumi-kun tuh ternyata ya... hummphh−!” Belum sempat ia selesai bicara, mulut Arashi dibekap oleh Sena yang nampaknya sangat kesal dengan keisengannya. “Sudah, hiraukan saja okama satu ini. Ambilkan handuk kecil untuk kami latihan sana!”
“Eh tapi aku kan baru balik?”
“Sudah pergi saja, ga usah banyak omong!”
“Uhh baiklah...???”
Dengan penuh tanda tanya Sana kembali keluar dari ruangan; bingung atas sikap Sena yang semakin tidak bisa ditebak.
‘Dia kenapa sih...?’
=====
Sore keesokan harinya masih merupakan jatah Knights untuk diurus oleh produser. Namun saat itu Sana masih harus membawakan properti ke gudang, suruhan Kunugi-sensei tentu saja. Sana bersungut, mengeluhkan keputusan Kunugi-sensei. Memang ia tidak boleh manja, tapi kotak dus yang ia bawa ini berat sekali! Kenapa tidak menyuruh anak laki-laki saja sih? Sana menghela nafas. Tiba-tiba saja, barang bawaannya terangkat dari tangannya.
“Senpai, kenapa membawa benda seberat ini sendirian...? Kubantu ya...” Sena menoleh dan mendapati Midori Takamine lah yang membantunya. Kontan Sana langsung merasa lega dan tersenyum, berterima kasih atas bantuan adik kelasnya. Selama perjalanan ke tempat tujuan mereka, Sana bercerita mengenai Kunugi-sensei yang dengan tega menyuruh dirinya membawa barang yang kini dipegang Midori.
Kemudian obrolannya merembet menjadi gosip dan curhat terselubung Sana seputar beratnya menjadi produser, yang direspon oleh pria berambut coklat muda itu dengan anggukan dan sesekali tawa kecil atau senyum tipis. Pada dasarnya Midori memang tidak banyak berbicara, namun Sana tidak peduli, karena ada teman bicara pun dia sudah senang (walau pembicaraannya benar-benar sepihak...). Tanpa terasa, keduanya sudah menyelesaikan tugas suruhan sang sensei mantan idola.
“Terima kasih banyak ya, Takamine-kun! Aku janji akan membuatkan boneka maskot untukmu sebagai balasannya. Sekali lagi terima kasih yaaa!”
Midori berterima kasih dan tersenyum tipis mendengar ucapan terima kasih senpai-nya, lalu segera pamit untuk pergi karena harus menemui anggota RYUUSEITAI lainnya. Sana melambaikan tangannya, sebelum berjalan ke arah yang berlawanan untuk menemui unit Knights. Di tengah jalan, dirinya ditarik ke kelas kosong.
“Huaa-!” Entah mengapa Sana merasakan déjà vu. Orang yang tiba-tiba menarik dan memeluknya ini terasa tidak asing lagi. Spontan wajahnya langsung mendongak ke atas, dan benar saja, pelakunya memang Izumi Sena. “S-Sena-senpai...?”
“Sudah kubilang panggil aku ‘Izumi’ kalau kita sedang berdua, dasar otak udang.” Sana hanya bisa manyun mendengar hinaan tersebut. Ya memang sih salahnya yang lupa soal perjanjian mereka... Tapi kan ga usah kasar juga. Tambahan lagi yang bikin kaget juga kan Sena sendiri. Meski begitu Sana memilih untuk diam dan menurut saja. Daripada makin dihina?
“Baiklah... Jadi, I-Izumi... Ada apa?” Tanya Sana, yang merasa laki-laki itu bersikap aneh belakangan ini. Memang sih dari awal juga dia sudah bersikap seenaknya, tapi semenjak pernyataan cintanya waktu itu Sena menjadi semakin...seenaknya−? Apa dia melakukan suatu kesalahan? Atau jangan-jangan dia menyesal sudah memilih dirinya? Sana mendadak tegang.
“Aku tidak suka melihatmu terlalu akrab dengan laki-laki lain...” Err... Apa? Sana melongo, tidak yakin dia mendengar apa yang ia rasa ia dengar. Sementara itu Sena tidak memperhatikannya dan melanjutkan kalimatnya. “Aku juga kan masih laki-laki normal, tidak mau pacarnya direbut orang...”
Sana terdiam, tidak menyangka akan mendengar pengakuan seperti demikian dari Sena yang biasanya angkuh dan pedenya selangit. Apa ini benar Sena? Lagipula kenapa dia mendadak berkata begitu? Oh, mungkin tadi dia melihat dirinya bersama dengan Midori? Tapi kan interaksi mereka biasa saja. Ups, sebentar... apa mungkin... pacarnya ini cemburu? Eehh, tapi selama ini dia bersikap acuh-tak-acuh padanya semenjak ‘hari itu’, kenapa tiba-tiba cemburu? Tidak masuk akal...
“Tapi Izumi... Biarpun kamu bilang begitu, bukannya kamu sendiri belakangan ini bersikap dingin padaku? Memang sih biasanya juga aku selalu disuruh-suruh, tapi kemarin-kemarin ini benar-benar keterlaluan deh...” Sana akhirnya mengeluarkan keluh-kesahnya. Selama ini memang dia merasa insecure karena sikap Sena, meski dia tidak pernah tunjukkan karena takut dengan jawaban yang akan ia dapat. Dengan takut-takut Sana melirik Sena, menunggu kepastian.
“I-itu karena... kau pacar pertamaku, dan dari dulu aku sibuk ini-itu sehingga tidak tahu apapun soal pacaran dan bahkan topik tersebut tidak pernah terlintas di kepalaku. Selain itu sekarang setiap melihatmu, aku mendadak tidak tahu harus berbuat apa. Jadilah aku bersikap seperti itu...” Ucap Sena pelan, membenamkan wajahnya pada rambut Sana untuk menutupi pipinya yang sudah mulai panas. Sana terdiam sesaat, sebelum akhirnya tertawa mendengar jawaban itu. Tawa tersebut membuat Sena kesal. “Hei apa yang lucu?!”
“Ehehehe... Tak kusangka Izumi ternyata seperti ini, bahkan bisa cemburu~ Wah wah manis sekali~”
“Diam kamu!” Tidak terima daritadi cuma dirinya yang salah tingkah, Sena mencubit keras kedua pipi Sana untuk melampiaskan emosinya. Hal tersebut cukup membuatnya senang, karena perempuan yang menjadi korbannya mengaduh kesakitan.
“Ahuhh! Izhume, shahit!” (“Aduduh! Izumi, sakitt!”)
“Salahmu sendiri banyak omong! Tahu rasa kamu!” Dengan senyum puas Sena akhirnya melepaskan cubitannya yang menyakitkan. Sana cemberut; pasalnya Sena sering sekali menarik pipinya itu, kan sakit! Dengan kesal dirinya mencoba mengurangi rasa sakit dengan mengusap-usap telapak tangannya pada sumber rasa sakit. Sena memperhatikannya, dan sesaat ia merasa detak jantungnya terhenti sesaat.
‘Sial... Kenapa dia manis sekali?!’
Dengan tangannya Sena mengangkat dagu Sana, membuat gadis itu mendongakkan kepalanya. Mata coklat beradu pandang dengan mata biru muda. Perlahan-lahan wajah mereka saling berdekatan seperti tertarik magnet. Sana menutup matanya, jantungnya berdebar keras. Bibir mereka sudah nyaris bersentuhan, ketika...
“Onee-samaa! Sena-senpai! Kalian dimanaaa? Lesson sudah mau dimulai!” Suara nyaring Tsukasa di lorong refleks membuat keduanya menarik diri menjauh. Mereka terdiam membatu sampai murid kelas satu itu pergi menjauh. Sana merasa jantungnya hampir copot. Kalau saja tadi tidak ada gangguan, tadi dia pasti sudah... Tangannya langsung ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang merah padam.
“Cih... Mengganggu saja...” Sena berdecak kesal sambil merutuki Tsukasa yang sudah dengan sukses merusak suasana. Ya sudahlah, mungkin memang belum waktunya. Tangan kanannya ia ulurkan pada sang kekasih. “Ayo pergi, Sana...”
“Ya~” Sana dengan sukacita meraih tangan yang terulur tersebut. Keduanya berjalan ke ruang latihan dengan tangan berpegangan erat, menikmati setiap detiknya sambil tersenyum.
=====
Latihan Knights akhirnya sudah selesai. Seluruh anggota terengah kelelahan, termasuk Ritsu yang tadi berhasil diseret untuk ikut latihan. Dengan penuh perhatian Sana membagikan handuk kecil dan botol minuman sweat star, yang disambut suka cita oleh yang menerimanya (tak terkecuali Sena, meski dibarengi dengan perkataan “lambat sekali, dasar tidak cekatan” seperti biasa).
“Rasanya aku ingin yang manis-manis...” Gumam Sena sambil memperhatikan sekeliling. Pandangannya terhenti pada sosok Sana yang tengah memberi sebotol sweat star untuk Ritsu. Jiwa isengnya kumat lagi. “Hei Sana, kemari kamu.”
“Ya? Ada apa, Izumi-senpai?” Dengan polos siswi itu berjalan mendekati Sena yang sedang duduk bersandar ke tembok. Dia tidak tahu apa tujuan Sena memanggilnya, dan tentu saja tidak terlintas di kepalanya bahwa idol berambut abu itu sedang merencanakan sesuatu. Begitu ia mendekat, tangannya langsung ditarik oleh sang senpai. Tentu saja, badannya menjadi oleng karena tarikan tersebut.
Ponsel yang dipegang Arashi jatuh seketika, begitu pula dengan handuk kecil yang Tsukasa pakai untuk mengusap keringatnya dan botol minuman isotonik milik Ritsu. Di depan mereka, dengan santainya Sena mengecup bibir Sana. Bahkan Sana sendiri tercengang atas ulah pacarnya. Ciuman tersebut berlangsung beberapa detik, sebelum akhirnya Sena melepasnya karena merasa sudah cukup.
“Mulutmu cukup manis ternyata, lumayan juga... Terima kasih atas makanannya.” Seringai iseng menghiasi wajah Sena. Dia menikmati wajah-wajah tidak percaya karena tindakannya tadi. Memanfaatkan momen tersebut, Sena segera pergi sebelum yang lain kembali normal. “Sudah ya, aku pulang duluan. Dah...”
Sampai pintu ruang latihan tertutup, empat orang yang tersisa di dalamnya masih belum sadarkan diri. Baru beberapa menit kemudian, Sana akhirnya sadar dari keterkejutannya, yang kemudian digantikan dengan rasa malu yang amat sangat. Mukanya memerah semerah tomat, dan tak lama kemudian dirinya tidak kuat lagi.
Sana lagi-lagi pingsan karena ulah Sena.
“Uwaaa! Sana-chan pingsan! Izumi-kunnn, kembali kamuu!”
“Sena-senpai bold sekali...”
“Hoo...”